Dalam rangka Hari Disabilitas Internasional, di hari Sabtu lalu, kami mengadakan Bincang Bincang Buku bertajuk Exploring Disability Through Literature untuk membahas tentang aksesibilitas dalam dunia penerbitan.
Dalam diskusi ini, kami mengundang Sadiyya Nesar, seorang penulis yang juga penyandang disabilitas. Kedua bukunya, Hearts that Remember dan Strength from Within tersedia pula dalam format braille. Hadir pula Marthella Rivera, founder dan CEO dari Konekin (Koneksi Indonesia Inklusif), sebuah gerakan komunitas yang berfokus pada pembangunan Indonesia yang inklusif dengan mendorong aksesibilitas, kesadaran, dan partisipasi bagi penyandang disabilitas.
Pentingnya Aksesibilitas dalam Dunia Literasi dan Penerbitan
Diskusi dimulai dengan pertanyaan mengenai pentingnya aksesibilitas untuk penyandang disabilitas, dan dalam konteks diskusi kali ini, aksesibilitas dalam dunia literasi dan penerbitan. Menurut Sadiyya, belajar adalah hak dasar dari setiap orang. Aksesibilitas dalam dunia literasi dan penerbitan artinya menghormati hak-hak manusia dan memberikan autonomi baginya untuk belajar dan mengeksplorasi berbagai hal dengan kemampuan literasi.
Thella menyetujui hal ini, dan menambahkan bahwa kemajuan teknologi harusnya membuat penyediaan buku dalam berbagai format (audio, braille, video, dan lain-lainnya) lebih mudah dilakukan.
Accessibility is an ongoing journey – Sadiyya Nesar
Sadiyya lalu menceritakan perjalanannya menerbitkan buku dalam format braille. Pada awalnya, ia bahkan tidak membayangkan bahwa hal itu dapat dilakukan. Namun, ia kemudian bertemu dengan NGO yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Karena itu, menurut Sadiyya, penting untuk mencari jaringan yang dapat membantu, tapi, kita juga harus mengadvokasi pentingnya aksesibilitas dalam penerbitan agar penerbit dapat melihat kebutuhan ini pada masyarakat.
Menjadi Ally dan Mengadvokasi Aksesibilitas
Thella membagikan pengalamannya sebelum mendirikan Konekin. Menurut Thella, berinteraksi dengan sebanyak-banyaknya penyandang disabilitas dapat membantu kita untuk berempati dan memahami bagaimana cara yang tepat untuk berinteraksi dengan mereka. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menjadi relawan untuk kegiatan komunitas disabilitas.
Kita juga harus ingat, bahwa kita bukan mengadvokasi aksesibilitas untuk mereka, tapi bersama mereka. Ingat pula bahwa disabilitas dapat terjadi pada siapa saja, dalam situasi apa saja.
Dalam menjadi ally dan rekan untuk bersama-sama mengadvokasi aksesibilitas, kita juga perlu sensitif dalam mendiskusikan isu disabilitas untuk menghindari miskonsepsi terhadap penyandang disabilitas. Selain memperbanyak interaksi dengan penyandang disabilitas, menurut Sadiyya, membaca riset akademik yang sudah ada juga dapat membantu.
Mendiskusikan Isu Disabilitas Bersama Anak
Jika orang tua mau mulai mendiskusikan isu ini pada anak, Thella mengatakan bahwa penggunaan kata-kata sederhana yang akrab di telinga anak dapat membantu mereka dalam memahami isu ini. Selain itu, orang tua juga perlu menghindari kata-kata yang menunjukkan diskriminasi, seperti: “jangan dilihat,” atau “kasihan, yah,” karena hal ini tidak membantu anak untuk memahami disabilitas.

Buku cerita anak bisa jadi salah satu jalan untuk membahas isu ini bersama anak. Kalau Buibu dan Manteman perlu rekomendasi, Konekin juga punya project Buku Anak Disabilitas Indonesia, loh. Lima buku berilustrasi ini merupakan buku-buku yang menceritakan tentang anak penyandang disabilitas yang memiliki keinginan-keinginan yang sama dengan anak lainnya, mulai dari piknik di taman, sampai menjadi atlet. Hubungi sosial media Konekin untuk mendapatkannya yaa!
–
Seneng banget, deh, bisa membahas tentang aksesibilitas di dunia literasi bersama dua narasumber hebat. Semoga Buibu dan Manteman mendapatkan wawasan baru dari obrolan kami di akhir pekan kemarin, yaa.
Terima kasih kepada kedua narasumber dan pihak-pihak yang sudah mendukung berlangsungnya diskusi ini. Juga pada Buibu dan Manteman yang sudah hadir dan antusias sekali mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada kedua narasumber.
Sampai ketemu lagi dalam kegiatan diskusi lainnya.

