Pada 14 – 18 September 2021 #TemanBantuTeman menggelar #FestivalBantuTeman. Festival ini digelar secara daring sebagai aksi galang donasi dan juga dimaksudkan sebagai ajang untuk membicarakan berbagai persoalan yang mendarah daging dalam “industri teks” alias ekosistem perbukuan di Indonesia. Puluhan pekerja buku, filmmaker, musisi, aktivis, dan masih banyak lagi tampil mengisi festival ini.
‘Buibu Baca Buku’ diwakili oleh Puty Puar hadir dan mengisi diskusi pada Sesi 1 di hari ke-5 Festival Bantu Teman, ‘Layu Mekar Komunitas Sastra’
Ekosistem sastra idealnya tercipta atas sirkulasi aktivitas para penulis sastra—yang menghasilkan karya, penerbit karya sastra, penjual karya sastra, dan pembaca karya sastra—yang pada porsi tertentu dapat berevolusi menjadi kritikus sastra. Keempat-empatnya, bisa dianggap, merupakan poros. Semakin solid simbiosis mutualisme mereka di sebuah wilayah, semakin suburlah ekosistem sastra di sana.
Namun, bagaimana jika salah satu dari empat poros tersebut tidak muncul, atau, ada tapi tak berfungsi? Di Indonesia sendiri, masih banyak wilayah yang belum memiliki lengkap keempatnya. Sehingga, ekosistem sastra di sana tidak hidup optimal.
Maka, dengan kondisi demikian, kehadiran komunitas sastra, sepertinya, menjadi salah satu upaya memunculkan apa-apa yang perlu dimunculkan guna memperbaiki ekosistem sastra. Apa sih motivasi pembentukan komunitas sastra sebetulnya? Bagaimana pandangan masyarakat sekitar terhadap komunitas sastra yang dibentuk? Ini yang didiskusikan pada diskusi Panel “Layu Mekar Komunitas Sastra” pada Hari Sabtu, 18 September 2021, 15:00 – 16:30 WIB.
Pembicara
Kiki Sulistyo (@kikisulistyo) – Akarpohon (@akarpohonmataram)
Puty Puar (@byputy) – Buibu Baca Buku (@bbbbookclub)
Margareth Ratih Fernandez (@marja_margareth) – Perkawanan Perempuan Menulis (@perempuanmenulis)
Tia Ragat (@tiaragat15) – Komunitas Sastra Dusun Flobamora (@dusunflobamora)
Moderator
M Aan Mansyur (@aanmansyur) – Penulis
Sepanjang diskusi tersedia Juru Bahasa Isyarat.
Sesi Diskusi
